top of page

Menumbuhkan Empati dan Jiwa Penolong pada Anak



Empati adalah Keterampilan emosi yang dimiliki seseorang berupa pemahaman dan kepekaan terhadap perasaan dan pola pikir orang lain baik yang positif maupun negatif yang mengarahkannya untuk memberikan respon sikap dan perilaku yang tepat dan prososial terhadap orang lain.


Fenomena Empati Pada Anak

Untuk mengukur tingkat empati pada anak perlu penelitian khusus tentang hal ini. Namun, paling tidak, mencoba mengobservasi respons anak terhadap suatu peristiwa tertentu akan memperlihatkan sejauh mana si anak memiliki rasa empati. Misalnya, bagaimana responsnya ketika melihat seseorang terjatuh, apakah dia peduli, atau acuh tak acuh.


Menurut penelitian Dr. Paul D. Hastings, dari National Institue of Mental Health. Menunjukkan bahwa anak yang agresif dan perusuh kurang memiliki rasa empati dalam dirinya. Mereka cenderung menunjukkan sikap ketidakpedulian mereka terhadap sesama melalui kemarahan, kekerasan, dan menertawakan ketidakberuntungan orang lain, dan yang lebih parah merekapun bersikap seperti itu terhadap ibu mereka. Untuk melihat kondisi real anak-anak Indonesia, dapat kita lihat apakah kebanyakan anak-anak di sekeliling kita seperti demikian. Jika lebih banyak yang seperti itu tentu kita dapat memperkirakan sejauh manakah kondisinya di Indonesia.


Hal yang paling menarik dalam penelitian tersebut adalah, penyebab mereka kurang memiliki rasa empati adalah akibat dari pola asuh orangtuanya. Orangtua terutama ibu yang menerapkan disiplin dan sistem hukuman yang berlebihan, yang tidak berusaha berkomunikasi ataupun memberikan penjelasan, pengertian dan menerapkan peraturan-peraturan yang konsisten, dan yang secara keterlaluan memarahi anak-anak mereka ataupun menunjukkan kekecewaan mereka yang berlebihan terhadap si anak cenderung menghalangi perkembangan prasosial si anak dan menghilangkan perlahan-lahan rasa empatinya.



Pentingnya memupuk jiwa penolong dan empati sejak kecil

Kita ingin anak-anak yang lahir dari rahim kita adalah anak-anak yang baik, sholeh/sholehah dan bermanfaat bagi ummat manusia, memiliki kehidupan yang selamat di dunia dan bahagia di akhirat. Garis yang menghubungkan itu semua didapatkan dari peran dan amanah utama sebagai seorang manusia yang diciptakan Rabb-Nya sebagai insan yang ber amar ma’ruf nahyi Munkar yaitu yang mengajak pada kebaikan dan mencegah pada keburukan. Mengajak dan mencegah terhadap siapa? Tentunya terhadap manusia yang lain.


Peran dan amanah inilah yang harus dijalankan dengan baik agar tujuan akhir dapat tercapai. Untuk dapat menjalankannya, diperlukan sikap dari seorang manusia yang memiliki kepekaan, rasa peduli dan sikap pro sosial.yang besar terhadap sesama. Kepekaan dan sikap prososial tersebut tidak selalu dapat muncul dengan sendirinya. Oleh karena itu ditumbuh kembangkan pada setiap diri anak dengan cara pembiasaan dari semenjak dini.



Bahayanya jika empati tidak dibiasakan pada anak

Seperti yang telah dikemukakan di atas, jika terus menerus rasa empati itu tergerus dengan sikap mereka yang semakin tidak peduli dengan kondisi orang lain, mereka akan menunjukkan sikap negatif terhadap sesama melalui kemarahan, kekerasan, dan menertawakan ketidakberuntungan orang lain, dan yang lebih parah merekapun bersikap seperti itu terhadap orangtua mereka. Bayangkan jika sikap ini akan terus menerus muncul sampaii anakkita dewasa, akan jadi apakah mereka kelak?


Kesalahan orangtua yang menghambat tumbuhnya Empati

· Tidak berusaha berkomunikasi ataupun memberikan penjelasan dan pengertian terhadap apa yang dilarang dan yang harus dilakukan anak

· Kurang menciptakan kehangatan dalam berinteraksi dengan anak

· Menerapkan disiplin dan sistem hukuman yang berlebihan,

· menerapkan peraturan-peraturan yang tidak konsisten

· Secara keterlaluan memarahi anak-anak

· Sering menunjukkan kekecewaan mereka yang berlebihan

· Sering mengungkit-ungkit kesalahan anak



Kiat-kiat menumbuhkan empati dan jiwa penolong

· Rasa empati dapat dibiasakan dengan mengungkapkan setiap bentuk perasaan yang sedang dirasakan ibu dan penjelasan kenapa bisa muncul perasaan tersebut.

· Selalu mendorong anak mengucapkan dan menamakan perasaan yang dirasakannya dan biarkan anak memahami apa yang ia rasakan dan mengapa ia memiliki perasaan seperti itu. Contoh ketika anak cemberut, ibu menanyakan, apakah kamu sedang kesal, ataukah sedang sedih. Beri pengertian kepada anak jika sedang kesal, seseorang akan memperlihatkan wajah cemberut, dengan mata yang menyipit, alis yang bertekuk, mulut yang manyun, pipi sedikit menggelembung, dsb.

· Beri kehangatan kepada anak walaupun ibu sedang mengingatkan kesalahan anak ataupun dalam kondisi menghukum anak. Caranya adalah tetap bersikap tegas bukan galak ketika menghukum, setelah selesai menghukum, ajaklah anak duduk bersama dan ajaklah berbicara kenapa ia perbuatan yang ia lakukan tadi perlu dihukum, tanamkan kepada anak bahwa ibu/ayah sayang kepadanya dan ingin anak yang disayanginya menjadi anak yang lebih baik akhlaqnya dengan menghukum perbuatan yang tidak baik.

· Membacakan cerita bergambar yang bertema sosial dan nilai-nilai kebaikan dengan memperlihatkan gambar-gambar yang menunjukkan emosi dan perasaan seseorang. Kemudian dibahas cerita tersebut, kenapa si tokoh merasa sedih, atau merasa bahagia, kenapa harus menolong orang lain, kenapa harus menengok orang sakit, dsb.

· Banyak memberikan contoh-contoh keteladanan dari orang-orang sholeh, seperti Rosulullah dan sahabat-sahabatnya, tentang orang yang senang menolong, tentang akhlaq seorang dermawan, dsb

· Keteladanan dari orangtua dengan akhlaq yang baik, akan menjadi jalan yang paling efektif untuk pengajaran terhadap anak.


Featured Posts
Recent Posts
Archive
Search By Tags
No tags yet.
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
bottom of page